Sabtu, 09 November 2013

Tabligh Akbar YAPINA (kenangan)

Informasi sekaligus sebagai :

UNDANGAN HADIR
Dalam acara TABLIGH AKBAR & SANTUNAN 600 ANAK YATIM PIATU dan DHUAFA
Pada hari MINGGU, 17 November 2013
Pukul, 08.00 WIB s/d selesai
Penceramah/Mubaligh
1.     KH. Ahmad Zacky Mirza
2.     Prof. DR. KH. Manarul Hidayat
Tempat Ponpes YAPINA Mangun Jaya Tambun Selatan Bekasi
Tlp. 021-9197252, 08128422381 (Panitia Pelaksana)











Rabu, 15 Mei 2013

Malam Penuh Kemuliaan

Laila, Oh Lailatul (Qadar)

Wahai sekawanan burung merpati, adakah di antara mereka meminjamkan kedua sayapnya Agar aku bisa terbang kepada seseorang yang menjatuhkan hatiku.
(Syair Qais kepada Laila)

Segala puji bagi Allâh, yang telah melengkapi kita dengan nikmat kasih sayang. Dengan nikmat itu kita bisa leluasa membuat langkah-langkah yang tepat untuk menggapai kebahagiaan. Bahagia diri sendiri. Bahagia keluarga. Bahagia menerima karunia sebagai umat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Sejatinya, pelaksanaan puasa yang ideal sesungguhnya adalah penyerahan diri seseorang (shâim) secara habis-habisan ke hadirat-Nya. Ketika ia melerai diri dari kemungkinan lapar, mencegah dari kemungkinan haus, menyingkirkan dari berbuat maksiat, pada dasarnya ia sedang berusaha menapaki sirâj (jalan) yang berujung pada satu titik, jalan lurus nan kehadapan-Nya.
Bukan tidak mungkin, demi memutlakkan satu-satunya jalan ke hadirat-Nya itu terkadang ia bisa terjatuh, merasakan luka, bahkan sakit yang tak alang kepalang. Namun, bukanlah sakit karena sengsara yang akan dinikmatinya, tapi sakit yang berbuah pada bahagia. Lantas seperti apa luka itu?
Adalah luka yang tertata rapi dan sempurna dalam lubuk keimanan seseorang. Luka semacam ini bertungkus lumus dalam tangguhnya kesabaran yang dimiliknya. Dalam ranah keruhanian, bisa dikatakan bahwa tangguhnya kesabaran ini jauh lebih kukuh dan jauh lebih luas dibandingkan dengan luasnya alam jagad raya ini. Orang yang mempunyai kesabaran semacam ini menjadi orang yang dikasihi Allâh, sampai-sampai Allâh bersedia untuk bersemayam di hatinya.
Wa idzâ sa’alaka ’ibâdî ’annî fa innî qarîb “Apabila hamba-hambamu bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat”. Kedekatan semacam itu pastilah bermula dengan manisnya iman seorang hamba. Tak tanggung-tanggung setelah iman seseorang telah mapan, segala tindak-tanduknya digerakkan oleh Allâh. Allâh bersemayam di dalam lubuk hatinya. Secara tegas Allâh mewartakannya dalam sebuah hadits qudsi, “Langit dan bumi-Ku tidak sanggup menampung-Ku, tapi seorang hamba-Ku yang beriman dan sabar sanggup menampung-Ku.
Al-Adawiyah contohnya. Sejatinya ia seorang wanita, tapi di kalangan para sufi ia disebut “raja”. Wanita ini hamba yang total. Hidupnya buat cinta. Gemerlap dunia tak menarik berkat pesona lain, getaran cinta illahi. Pernah ia berkata, “Bila kau ingin menganugerahiku nikmat duniawi, berikan itu kepada musuh-musuh-Mu. Dan bila ingin Kau limpahkan padaku nikmat surgawi, berikanlah pada sahabat-sahabat-Mu. Bagiku, Kau cukup.
Seperi halnya al-Adawiyah, seseorang yang menjalankan puasa secara hakiki tentu tidak akan merasa lapar dan haus. Sebab, lapar dan hausnya semata-mata hanya tertuju kepada Allâh swt, bukan kepada makanan atau minuman yang paling menggiurkan sekalipun. Dan Allâh senantiasa mendatangi hati hambanya yang lapang untuk memberinya seteguk air dalam sebuah perjumpaan, di lembah cintanya Allâh. Tentu dengan hal-hal yang tak bisa kita ukur secara logika.
Di saat itu lah Allâh memberi hambanya “sebutir” ridha-Nya. Tiada hal yang lebih baik, kecuali kita memperoleh ridha Illâhi. Bahkan, jika dihitung dan ditimbang berat “sebutir” ridha yang diberikan Allâh kepada hamba yang dicintai-Nya dengan seluruh keimanan yang ada, maka seluruh keimanan itu belumlah mempunyai arti sedikitpun.
Hal itulah yang harus kita sadari bersama-sama sejak dini. Menjadi hal yang istimewa apabila kita sanggup memperoleh cinta Allâh dan menapaki jalan menuju ridha-Nya. Lebih istimewa lagi kalau kita mendapatkan keistimewaan Ramadhan berupa berkah “Laila al-Qadar”. Al-Qur’ân menjelaskan bahwa, malam Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Para malaikat dan (ruh) Jibril silih berganti turun seizin Tuhan, dan kedamaian akan terasa hingga terbitnya fajar.
Bagaimana mendapatkan malam yang penuh keberkahan di bulan suci ini? Tentu seseorang yang mendapatkan restu-Nya lah yang akan berjumpa dengan Lailatul Qadar. Sebagai bahan perenungan bersama, mari kita ambil manfaat dari kisah “Qais dan Laila” agar bisa berjumpa dengan Lailatul Qadar.

Qais dan Laila
Siapa yang tak kenal dengan Laila, seorang gadis yang cantik menawan bak bunga mawar itu? Siapa pula yang tak  kenal Qais, pemuda yang cerdik nan tampan itu? Begitu cintanya Qais kepada Laila sampai-sampai ia dijuluki “Majnun”, si gila. Namun, yang penulis ingin ulas di sini bukanlah kegilaan si Majnun karena cintanya kepada Laila, tapi apa makna cinta itu sendiri.
Kita pasti sepakat kalau dua insan sudah terlanjur saling mencintai, pasti nafsunya memaksa untuk terus jumpa. Namun tidak untuk Qais. Dalam suatu kesempatan ia ditanya, “Apakah engkau mencintai Laila?Ia menjawabTidak, mengapa demikian?Karena cinta disebabkan oleh pandangan mata dan sungguh penyebab itu telah tiada, maka aku adalah Laila dan Laila adalah Aku.
Kembali lagi ia ditanya, Kamu sudah makan? Ia menjawab: Laila, kamu sudah minum? Laila. Kamu tidak pulang ke rumah? Laila. Begitu seterusnya, ia hanya berucap lirih Laila, Laila, dan Laila tanpa ada habisnya. Banyak para sufi yang menilai bahwa sesungguhnya yang dimaksud oleh Qais dengan Laila tak lain adalah Allâh, Allâh, dan Allâh.
Dalam suatu kesempatan ada seorang sufi yang bermimpi melihat Qais hadir menemui Allâh. Allâh menyambut Qais dengan penuh kasih sayang. Lalu, Allâh pun berkata kepada Qais, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil-Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur cinta-Ku?” begitu bangun sang sufi termenung. Ia menemukan sebuah pesan bahwa hanya ketulusan dan keikhlasan yang dapat melahirkan sikap bagaimana kita menyelami hakikat dan pemaknaan cinta yang sejati. Bukan kepada siapa-siapa, melainkan hanya kepada sang Rahmân dan sang Rahîm, Allâh.

Lailatul Qadar
Barangkali tak banyak yang bisa penulis kupas mengenai cara memperoleh kenikmatan Lailatul Qadar di bulan suci ini. Mungkin salah satu kunci yang bisa penulis usulkan di sini,  sebuah kata yang selalu kita sebut-sebut, yaitu mawaddah wa rahmah. Mengapa? Mawaddah wa rahmah itu adalah suatu cinta dengan tingkatan cinta yang tinggi dan lebih tinggi dari cinta fisik yang dalam bahasa Arab disebut mahabbah atau lebih tepatnya hubb al-syahawat.
Sudah barang tentu kita semua pasti akan memenuhi panggilan Allâh. Semua berasal dari-Nya dan akan pulang ke hadirat-Nya. Dalam sebuah perjalanan, seseorang dikatakan selamat, apabila ia berhasil mencapai tempat tujuan. Dengan demikian, orang yang berbahagia adalah orang yang berhasil pulang. Sebaliknya kalau orang tidak berhasil pulang ke asal, maka bisa dikatakan bahwa orang itu tersesat. Itulah pangkal dari kesengsaraan.
Apa hubungannya dengan Lailatul Qadar? Dalam sebuah kesempatan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada umatnya yang tengah berkumpul di masjid menunggu-nunggu datangnya Lailatul Qadar. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjelaskan apa itu sebenarnya Lailatul Qadar dan kapan datangnya. Ia hanya mengatakan bahwa “Apa yang kalian tunggu-tunggu insya Allâh malam ini akan datang. Hujan turun lebat, aku belepotan dengan lumpur dan basah kuyup dengan air.”
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hujan datang. Dengan mudah, air membanjiri masjid Madinah yang saat itu masih berbilik daun kurma dan beralaskan tanah. Dengan cepat tanah menjadi gempur, lumpur. Mereka melihat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam sedang sholat dalam keadaan basah kuyup dan sekujur tubuhnya belepotan dengan lumpur. Lantas apa yang dimaksud dengan Lailatul Qadar oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam itu?
Semata-mata ini adalah lingkup ruhani, dan tidak ada kata-kata yang cukup untuk dapat menjelaskannya secara gamblang. Barangkali ini adalah simbol. Bahwa belepotannya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan lumpur dan basahnya dengan air sebenarnya adalah suatu pengingat kepada kita bahwa jenjang paling tinggi dari pengalaman ruhani adalah kalau kita kembali ke asal. Dari mana? Dari tanah dan dari air.
Bagi sebagian orang pasti pernah merasakan dan bertanya-tanya mengapa ia begitu rindu kepada Allâh dan kembali pulang ke hadirat-Nya? Fakta ini membuktikan bahwa hanya orang yang bisa kembali kepada Allâh yang akan merasakan kebahagiaan atau sakînah. Sederhananya, sakînah ini berarti tujuan dari kehidupan keluarga. Inilah dasar rasa cinta kepada sesama manusia, tentu atas dasar kemanusiaan itu sendiri. Dan cinta itu belum cukup, harus ditingkatkan lagi menuju cinta Illahi. Di sana lah hadir suatu bentuk Rahmah.
Itulah kiranya yang harus dicari dalam tahap ruhani puasa ini melalui Lailatul Qadar. Semua pasti akan kembali kepada-Nya. Dan seorang hamba yang telah mencapai tingkatan seperti ini adalah mereka yang bersedekah dan mendermakan sebagian rizki Allâh, namun hatinya tetap malu bahwa mereka kelak akan bertemu Allâh.

Besar harapan melalui puasa di bulan Ramadhan ini kebahagiaan akan menyebar ke seluruh masyarakat dan mampu mencapai semua cita-cita yang diletakkan oleh agama kita sebagai rahmatan lil ‘âlamîn. Allâhummaj’al hubbaka ahabba ilainâ minal mâil barîd. Âamiin.

sumber: kajian agama Islam, media ta'lim mingguan























Berkah Ibadah Di Bulan Ramadhan

Keutamaan-keutamaan shalat tarawih di bulan Ramadhan

Dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata bahwa : Nabi Muhammad SAW ditanya tentang keutamaan-keutamaan tarawih di bulan Ramadhan. Kemudian beliau bersabda :
  1. Malam pertama : Orang mukmin terlepas dari dosanya, bersih seperti hari dia dilahirkan dari kandungan ibunya.
  2. Malam ke dua : Dia diampuni dan juga kedua orang tuanya jika keduanya mukmin.
  3. Malam ke tiga : Ada salah satu malaikat mengundang dari bawah arasy : “ mulailah bekerja maka allah mengampuni dosamu yang telah lalu.”
  4. Malam ke empat : Baginya pahala sebanyak pahala membaca kitab taurat, injil, zabur dan al-qur’an.
  5. Malam ke lima : Baginya pahala seperti pahala orang yang sholat di masjidil haram, di masjid madinah, dan di masjid al-aqsa.
  6. Malam ke enam : Baginya pahala seperti pahala orang yang melakukan tawaf di baitul ma’muuri dan semua batu-batu dan tanah liat keras memohonkan ampun untuknya.
  7. Malam ke tujuh : Seakan-akan dia bertemu dengan nabi musa as dan membantunya memerangi fir’aun dan haaman.
  8. Malam ke delapan : Allah ta’ala memberikan kepadanya seperti apa-apa yang telah diberikan kepada nabi ibrahim as.
  9. Malam ke sembilan : Seakan-akan dia telah mengerjakan ibadah seperti ibadah nabi muhammad saw.
  10. Malam ke sepuluh : Allah memberikan rezeki kepadanya kebaikan di dunia dan akhirat.
  11. Malam ke sebelas : Dia akan keluar dari dunia (setelah mati) seperti hari dia dilahirkan dari kandungan ibunya.
  12. Malam ke dua belas : Di hari qiamat, dia akan dibangkitkan dengan wajah yang bagus seperti bulan purnama.
  13. Malam ke tiga belas : Di hari qiamat, dia akan selamat, aman dari segala kesengsaraan
  14. Malam ke empat belas : Para malaikat telah datang memberikan persaksian bahwa dia sungguh-sungguh telah mendirikan sholat tarawih, maka allah tidak akan menghisapnya dihari qiamat.
  15. Malam ke lima belas : Para malaikat dan para pembawa arasy dan kursi memohonkan tambahnya kebaikan untuk dia (orang yang mendirikan sholat tarawih).
  16. Malam ke enam belas : Allah mencatat dia bebas selamat dari neraka dan bebas masuk ke dalam syurga.
  17. Malam ke tujuh belas : Dia di beri pahala sebanyak pahala para nabi-nabi
  18. Malam ke delapan belas : Salah seorang malaikat mengundang: “hai hamba allah, sesungguhnya allah telah redha kepadamu dan kepada kedua orang tuamu”
  19. Malam ke sembilan belas : Allah mengangkat derajatnya di syurga firdaus.
  20. Malam ke duapuluh : Dia diberi pahala sebanyak pahala para syuhada dan solihin
  21. Malam ke duapuluh satu : Allah membangunkan baginya sebuah rumah dari cahaya syurga.
  22. Malam ke duapuluh dua : Di hari qiamat, dia datang dengan keadaan aman dari segala macam rasa susah dan duka.
  23. Malam ke duapuluh tiga : Allah membangunkan baginya sebuah kota di dalam syurga
  24. Malam ke duapuluh empat : Baginya dua puluh empat doa yang di kabulkan.
  25. Malam ke duapuluh lima : Allah menghapuskan siksa kubur dari padanya.
  26. Malam ke duapuluh enam : Allah meningkatkan baginya pahala selama empat puluh tahun
  27. Malam ke duapuluh tujuh : Di hari qiamat, dia akan melewati jembatan siratal mustaqim dengan mudah lagi cepat, laksana kilat yang menyambar.
  28. Malam ke duapuluh delapan : Allah mengangkat seribu derajat baginya di dalam syurga
  29. Malam ke duapuluh sembilan : Allah memberikan kepadanya pahala seribu ibadah haji yang di terima.
  30. Malam ke tiga puluh : Allah berfirman: “makanlah buah-buahan syurga, mandilah dengan air salsabil dan minumlah dari telaga kautsar, aku adalah tuhanmu dan engkau adalah hambaku”.
Catatan : Sholat tarawih memiliki keutamaan dan keistimewaan yang berbeda beda setiap malamnya maka jangan sampai terlewatkan atau meninggalkan ibadah sunah yang satu ini “Rugi”.
sumber: kultum ramadhan dan media ta'lim kajian agama Islam