Selasa, 23 September 2014

Makna Keikhlasan Menuju Ketaqwaan Dihari Idul Adha

Risalah Hari Raya Idul Adha (qurban)

Membaca sebuah ayat alquran surah Al-Hajj ayat 37, yang berbunyi :


Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Jelaslah bahwa, dalam ayat tersebut, bukan daging-daging atau darah hewan qurban yang sesungguhnya yang sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan hamba-Nya lah yang sesungguhnya sampai kepada-Nya.
Kalaulah kita menggali lebih dalam ayat ini, perintah qurban dalam proses ibadah haji merupakan bagian dari ibadah yang dilakukan untuk Tuhannya sang Khliq. Nah, mari kita aplikasikan kepada beberapa jenis ibadah yang diperintahkan Tuhan kepada kita dalam hubungannya dengan ke-ikhlas-an di atas.
Secara luas, Ayat ini menggariskan bahwa, setiap amal yang baik atau amal ibadah yang dilakukan, ternyata bukanlah fisik ibadah itu atau seringnya ibadah itu yang sampai kepada Allah, akan tetapi karena ketakwaan Hamba yang melakukannya-lah yang sampai kepada-Nya. (Mari kita hayati ungkapan ini.)
Seseorang, ketika dia rajin melaksanakan ibadah, baik jumlah maupun kualitasnya, dan jika dia melakukannya atas dasar Takwa kepada Allah, maka sampailah ketakwaannya itu kepada sang Khaliq bukan banyak dan jumlah ibadahnya yang sampai.
Karena tentu ada juga, orang yang memiliki kerajinan ibadah tertentu bisa jadi jumlah yang sekian banyaknya itu tidak bisa sampai hanya karena dia melakukannya bukan atas dasar takwa, tetapi karena gengsi misalnya, atau karena faktor sosial misalnya, atau bahkan karena riya misalnya. wallahu a’lam bishawab.
sumber: rangkuman kajian agama Islam, ta'lim mingguan.


Senin, 22 September 2014

Hakekat Qurban Idul Adha

Bukan Darah dan Dagingnya Tapi Taqwanya

Alhamdhulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, bahwa Saudara-saudara kita yang pada tahun ini memiliki keberuntungan selain diberi kelebihan rezeki juga dapat berkesempatan menunaikan rukun Islam kelima yaitu ibadah Haji. Adapun kita yang pada tahun ini tetap berada di tanah air tidak berarti tak bisa menyambut hari besar itu. Idul Adha bukan monopoli mereka yang punya kelebihan uang banyak, tapi Idul Adha adalah milik kita semua, yang berharta maupun yang tidak berpunya.
Setidaknya ada dua sesi acara yang bisa kita lakukan dihari tersebut, yaitu shalat Ied dan menyembelih hewan Qurban. Kedua acara ini sangat penting bahkan hukumnya adalah sunnah muakkad, sunnah yang mendekati wajib. Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa menyembelih kurban itu hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.

Sholat Idul Adha yang dilaksanakan baik di lapangan maupun di masjid. setelah itu baru melaksanakan penyembelihan hewan Qurban untuk selanjutnya dibagikan kepada yang berhak, perlu disampaikan bahkan kesempatan untuk berkurban itu masih terbuka setidaknya tiga hari setelah hari raya Qurban. sebab di hari ketiga masih sebagai hari tasyri’.
Hal ini perlu disampaikan karena ternyata masih banyak diantara kaum muslimin yang belum mengerti tentang ibadah qurban ini. Ada yang menyangka bahwa qurban itu cukup dilakukan sekali seumur hidup sebagaimana haji. Karena pemahaman yang tidak tepat ini akhirnya banyak kaum muslimin yang hanya melaksanakan Qurban sekali seumur hidupnya, walaupun setiap tahun mampu melakukannya.

Bagi mereka yang memahami semangat ajaran Islam, utamanya adalah Qurban, maka di dalam ibadah ini terdapat nilai-nilai pendidikan yang amat tinggi. Sebenarnya yang dipentingkan dalam ibadah ini memang bukan penyembelihannya, tetapi makna di balik penyembelihan itulah yang lebih diutamakan.
Lewat Qurban ini kita di ajarai oleh Allah SWT agar menghilangkan sifat egoistis, kita harus membuang jauh-jauh sifat ini, Qurban adalah latihan agar umat Islam membiasakan diri memperhatikan orang lain, menghilangkan sifat kikir dan pelit, dengan membagi-bagikan sebagian rezeki yang dikaruniakan kepadanya. Karena itu Qurban tidak cukup dilakukan sekali seumur hidup. Setiap kali kita menjumpai tanggal 10 Dzulhijjah ditambah 3 hari Tasyri’ sedang kita dikaruniai kelapangan rezeki, maka kita laksanakan perintah Qurban ini. Jika tidak, Rosulullah memberikan peringatan keras kepada kita dalam sebuah sabdanya: "barang siapa yang mempunyai kelapangan untuk berqurban tapi tidak melaksanakannya, maka janganlah dia dekat-dekat tempat kami sholat".

Rosulullah tidak hanya memberi ancaman kepada umatnya yang enggan melaksanakan kurban, tetapi juga memberikan semangat dan rangsangan agar umatnya dengan sukacita melaksanakan perintah ini.. Sabdanya lagi, “Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahar yang disukai Alloh selain daripada menyembelih qurban. Qurban-qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannyapada hari kiamat seperti keadaannya semula,yaitu lengkap dengan anggotanya, tulangnya, tanduknya dan bulunya. darah qurban itu terlebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Tuhan sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh Sebab itu, berqurbanlah dengan senang hati” (Hadits riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah dari A’isyah)
Tidak hanya peringatan dan anjuran yang diberikan oleh Nabi kepada kita. Lebih dari itu, Rasulullah sendiri memberikan contoh dalam bentuk praktek nyata. Tidak tanggung-tanggung, bahkan beliau sekali berqurban, dua ekor Kibas dipersembahkan.
Dari Ibnu Salamah, dari A’isyah dan Abu Hurairoh dikisahkan bahwasanya Rosululloh SAW apabila hendak melakukan penyembelihan qurban maka beliau membeli dua ekor kibas yang besar-besa, yang gemuk-gemuk, bertanduk dan telah dikebiri. Beliau menyembelih seekor untuk umat beliau yang mempersaksikan dengan tauhid dan yang mempersaksikan dengan pengertian. Beliau menyembelih yang seekor lagi untuk beliau dan keluarganya. (Riwayat Ibnu Majah)

Rosulullah mengajarkan kepada umat Islam agar dalam berqurban memilih hewan yang terbaik. Cari kambing atau sapi yang besar, gemuk, bertanduk, dan tidak cacat. Jangan sebaliknya, mempersembahkan yang kurus, kecil dan sakit-sakitan.
Masih banyak diantara kita yang mencintai diri sendiri melebihi kecintaan kepada siapapun, termasuk kepada Allah SWT. Orang yang demikian ini jelas enggan melaksanakan qurban. Kalau toh berqurban mereka akan memilih yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Mereka mencari yang sisa-sisa, yang tidak terlalu penting lagi baginya. Sikap hidup seperti ini sungguh sangat tercela.
Melalui ibadah ini kita dilatih oleh Allah untuk selalu memberikan yang terbaik untuk orang lain. Jika memberi kepada orang lain, apapun bentuknya selalu kita pilih yang terbaik, bukan sebaliknya. Bukan pakaian sisa yang kita berikan kepada orang yang membutuhkan. Bantuan sisa itu tak akan diterima oleh Allah SWT.

Alloh pernah memerintahkan kepada Qabil dan Habil untuk berqurban. Kedua-duanya diberi kebebasan untuk mempersembahkan sesuatu kepada Tuhannya. Qabil, karena sifat egois, kikir dan pelitnya, memilih buah-buahan yang sudah busuk, sayuran yang sudah kering, dan hasil pertanian yang jelek. Adapun Habil memilih domba yang paling besar, gemuk dan sehat untuk dijadikan sebagai qurban. Jelas, Alloh tidak menerima qurban Qabil, akan tetapi menerima qurban Habil.
Peristiwa qurban kedua anak adam ini diabadikan oleh Alloh dalam Al Qur’an. Alloh berfirman, “Dan ceritakanlah kepada manusia kisah dua orang anak adam menurut yang sesungguhnya tatkala keduanya melakukan qurban. Qurban salah seorang daripadanya diterima, sedangkan seorang lagi ditolak. Maka yang ditolak kurbannya itu berkata (kepada saudaranya): Aku akan bunuh engkau, Jawab saudaranya: Sesungguhnya Tuhan hanyalah menerima (qurban) orang-orang yang taqwa”(Al Maidah: 27)

Sebenarnya bukan kurus atau gemuknya sembelihan itu yang dapat sampai kepada Allah, bukan pula daging atau darahnya. Yang sampai kepada Allah adalah nilai taqwa di balik pelaksanaan ibadah tersebut. Seorang yang bertaqwa tentu saja akan dengan suka cita mempersembahkan yang terbaik untuk Tuhannya. Sedangkan bagi mereka yang tidak bertaqwa, mungkin saja melaksanakan perintah Alloh ini, tapi akan selalu memilih yang terjelek diantara yang dimilikinya. “Alloh tidak menerima dagingnya dan tidak pula darahnya. Akan tetapi Alloh menerima nilai taqwa kalian". (Al Hajj: 37)
Dengan standar ini kita akan dengan mudah menilai diri kita sendiri, apakah amalan-amalan kita, ibadah-ibadah kita kepada Alloh diterima atau ditolak. Kita bisa menghitung sendiri secara jujur dengan memperhatikan ungkapan hati nurani kita sendiri. Ketika kita menolong orang, apakah kita sudah memberikan yang terbaik? Ketika kita sholat, apakah sudah melakukan persiapan dengan baik? biarlah hati kita yang menjawabnya.
Seringkali kita membungkam hati nurani kita sendiri, sambil membuka lebar-lebar mulut kita. Akibatnya kita seringkali membohongi diri kita sendiri. Jika jarang berbuat jujur kepada diri kita sendiri. Padahal kejujuran kepada diri sendiri itulah yang menjadi pangkal kebahagiaan.

Dalam hubungannya dengan ibadah qurban ini Alloh meminta kejujuran kita. Biarlah diri kita sendiri yang menila, apakah kita tergolong mampu berqurban atau tidak. Biarlah kita menilai diri kita sendiiri, apakah kita hanya mampu menyembelih hewan qurban yang kecil , kurus lagi murah harganya.
Sebelum Allah SWT memberi vonis diterima atau ditolak, sebaiknya kita hitung ulang diri kita. Kita adakan koreksi, evaluasi, dan introspeksi, sebagaimana diperintahkan Nabi: “Hitunglah dirimu sebelum diperhitungkan”
sumber: Al Qolam