Sabtu, 28 Juni 2014

Menyambut Bulan Suci Ramadhan 1435 H

Alhamdhulillah ... Ramadhan Bulan Yang Dinanti Tiba
Satu tahun tidak terasa
Ramadhan telah kembali mengunjungi kita
Semoga yang telah diperbuat menjadi kebaikan di bulan suci ini
Marhaban ya Ramadhan

Kami Pengurus MT Al-Fudhola dengan ketulusan hati menyampaikan "Mohon Maaf Lahir dan Bathin"
dan Selamat Menunaikan Ibadah PUASA Ramadhan 1435 H.


 




 

Minggu, 22 Juni 2014

Nilai Ketika Bersalaman

Bersalaman

Ketika sholat berjamaah di Masjid atau Musholla, kita sering menjumpai para jamaah berjabat tangan seusai sholat. kita pun selalu menemui jamaah di sebelah kita yang mengajak bersalaman setelah sholat fardhu selesai. Bagaimanakah sebenarnya hukum bersalaman seusai sholat?
Bersalaman atau berjabat tangan dengan sesama muslim ketika bertemu merupakan hal yang dicontohkan nabi Muhammad SAW. Ketika bertemu dengan saudara ataupun teman tentunya kita mengucapkan salam dan mengulurkan tangan untuk bersalaman. Banyak keutamaannya apabila sesama muslim bertemu lalu mengucap salam dan berjabat tangan. Diantaranya dapat memupuk persaudaraan dengan sesama muslim serta dapat menggugurkan dosa-dosa kita karena bersalaman dilakukan dengan ikhlas dan kasih sayang.

Beberapa sunnah Rasul yang mensyariatkan sesama muslim berjabat tangan:
“Sesungguhnya seorang mukmin yang apabila bertemu dengan mukmin lainnya mengucapkan salam dan mengambil tangannya untuk berjabat tangan, maka pasti akan gugur dosa-dosa mereka berdua, sebagaimana gugurnya daun dari pohonnya.” (HR. Abu Daud)
“Tidaklah dua orang muslim yang bertemu, kemudian mereka berdua saling berjabat tangan, melainkan akan diampuni (dosanya) sebelum keduanya berpisah.” (HR. Abu Daud)
“Bila salah seorang diantara kalian bertemu saudaranya, maka hendaknya ia ucapkan salam. Bila kedua telah terhalang oleh pohon, atau dinding atau batu, lalu ketemu kembali, maka hendaknya ia kembali mengucapkan salam padanya.” (HR. Abu Daud)

Dari hadits-hadits tersebut, maka berjabat tangan hanya dilakukan apabila kita bertemu dengan saudara kita muslim khususnya. Rasulullah saw ketika berjumpa dengan para sahabatnya senantiasa memberikan salam dan berjabat tangan. Anas ra berkata, “Adalah para sahabat Nabi saw apabila berjumpa mereka saling bersalaman, dan apabila mereka kembali dari bepergian, mereka berpelukan.” (HR. Bukhari)
Mengenai disyariatkannya berjabat tangan seusai sholat berjamaah di masjid, tidak ada riwayat dan contoh shahih dari Rasulullah saw tentang hal tersebut. Oleh karena itu, perkara ini bisa masuk ke dalam bid’ah, karena tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw serta tidak ada hukumnya pula dalam Al Quran
Dari ’Abdillah bin ’Umar ra ia berkata: ”Rasulullah SAW keluar menuju Masjid Quba’ dan melakukan sholat di dalamnya. Maka datanglah sekelompok sahabat Anshar mendatangi beliau dan mereka mengucapkan salam ketika beliau sedang sholat”. Maka aku (Ibnu ’Umar) berkata kepada Bilal : ”Bagaimana engkau melihat Rasulullah saw menjawab salam mereka padahal ketika itu beliau sedang sholat?” Maka Bilal menjawab: ”Seperti ini”. Bilal membuka telapak tangannya. Ja’far bin ’Aun (perawi hadits ini-menjelaskan apa yang dijelaskan oleh Bilal dengan mempraktekkan) membuka telapak tangannya dengan cara menjadikan telapak tangannya menghadap ke bawah, dan punggung telapak tangannya menghadap atas. (HR. Abu Daud)

Bagaimanakah menghadapi perkara yang bid’ah ini sementara berjabat tangan seusai sholat seolah menjadi suatu amalan khusus bagi yang menerapkannya?
Berjabat tangan seusai sholat jangan dilakukan setelah salam. Meskipun sholat telah selesai dan rukun-rukun sholat sudah dilewati, namun hal ini tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Yang dicontohkan oleh Rasulullah saw sehabis sholat yaitu membaca doa dan berdzikir. Bilapun ingin bersalaman, tunggulah hingga orang yang ingin kita ajak untuk berjabat tangan selesai berdzikir dan telah bangun dari duduknya hendak meninggalkan masjid.
Rasulullah saw bersabda, “Janganlah engkau tinggalkan di akhir sholat untuk berdo'a Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika - Ya Allah tolonglah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu (HR. Abu Dawud dan An Nasai)
Dari Tsauban, “Adalah Rasulullah saw apabila selesai sholat, ia beristighfar 3x dan membaca Allahumma antas salam wa minka salam tabarakta dzal jalali wal ikram.” (HR. Muslim)

Mungkin berjabat tangan juga bisa dilakukan ketika kita bertemu dengan saudara kita ketika hendak memasuki masjid. Jadi, berjabat tangan itu disunnahkah hanya ketika kita bertemu dengan saudara muslim, bukan setiap selesai sholat fardhu berjamaah di masjid.  Tidak ada dalil khusus yang menyatakan disunnahkannya berjabat tangan setelah selesai sholat. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita meninggalkan hal-hal yang tidak dicontohkan Rasulullah saw dan para sahabatnya.
Bila jamaah di sebelah kita mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan seusai sholat, mungkin dengan terpaksa kita menyambut jabatan tangannya. Karena mungkin sulit untuk menghindarinya. Namun, paling tidak bukan kita yang lebih dulu melakukannya. Kita hanya perlu menghilangkan kebiasaan tersebut, dan cara terbaik yaitu dengan mensosialisakan, memberitahu orang-orang terdekat kita, hingga melalui dakwah.

Demikianlah artikel ini semoga bermanfaat bagi yang membacanya

sumber: risalah agama Islam
















Kajian Islam Jelang (puasa) Ramadhan 1435 H

Rahasia Syukur, Sabar, dan Istighfar

Dalam mukaddimah kitab Al Waabilush Shayyib, Imam Ibnul Qayyim mengulas tiga hal di atas dengan sangat mengagumkan. Beliau mengatakan bahwa kehidupan manusia berputar pada tiga poros: Syukur, Sabar, dan Istighfar. Seseorang takkan lepas dari salah satu dari tiga keadaan:
1- Ia mendapat curahan nikmat yang tak terhingga dari Allah, dan inilah mengharuskannya untuk bersyukur. Syukur memiliki tiga rukun, yang bila ketiganya diamalkan, berarti seorang hamba dianggap telah mewujudkan hakikat syukur tersebut, meski kuantitasnya masih jauh dari ‘cukup’. Ketiga rukun tersebut adalah:
  1. Mengakui dalam hati bahwa nikmat tersebut dari Allah.
  2. Mengucapkannya dengan lisan.
  3. Menggunakan kenikmatan tersebut untuk menggapai ridha Allah, karena Dia-lah yang memberikannya.
Inilah rukun-rukun syukur yang mesti dipenuhi
2- Atau, boleh jadi Allah mengujinya dengan berbagai ujian, dan kewajiban hamba saat itu ialah bersabar. Definisi sabar itu sendiri meliputi tiga hal:
  1. Menahan hati dari perasaan marah, kesal, dan dongkol terhadap ketentuan Allah.
  2. Menahan lisan dari berkeluh kesah dan menggerutu akan takdir Allah.
  3. Menahan anggota badan dari bermaksiat seperti menampar wajah, menyobek pakaian, (atau membanting pintu, piring) dan perbuatan lain yang menunjukkan sikap ‘tidak terima’ terhadap keputusan Allah.
Perlu kita pahami bahwa Allah menguji hamba-Nya bukan karena Dia ingin membinasakan si hamba, namun untuk mengetes sejauh mana penghambaan kita terhadap-Nya. Kalaulah Allah mewajibkan sejumlah peribadatan (yaitu hal-hal yang menjadikan kita sebagai abdi/budak-nya Allah) saat kita dalam kondisi lapang; maka Allah juga mewajibkan sejumlah peribadatan kala kita dalam kondisi sempit.
Banyak orang yang ringan untuk melakukan peribadatan tipe pertama, karena biasanya hal tersebut selaras dengan keinginannya. Akan tetapi yang lebih penting dan utama adalah peribadatan tipe kedua, yang sering kali tidak selaras dengan keinginan yang bersangkutan.
Ibnul Qayyim lantas mencontohkan bahwa berwudhu di musim panas menggunakan air dingin; mempergauli isteri cantik yang dicintai, memberi nafkah kepada anak-isteri saat banyak duit; adalah ibadah. Demikian pula berwudhu dengan sempurna dengan air dingin di musim dingin dan menafkahi anak-isteri saat kondisi ekonomi terjepit, juga termasuk ibadah; tapi nilainya begitu jauh antara ibadah tipe pertama dengan ibadah tipe kedua. Yang kedua jauh lebih bernilai dibandingkan yang pertama, karena itulah ibadah yang sesungguhnya, yang membuktikan penghambaan seorang hamba kepada Khaliqnya.
Oleh sebab itu, Allah berjanji akan mencukupi hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah,
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
Bukankah Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhan) hamba-Nya?” (QS. Az Zumar: 36).
Tingkat kecukupan tersebut tentulah berbanding lurus dengan tingkat penghambaan masing-masing hamba. Makin tinggi ia memperbudak dirinya demi kesenangan Allah yang konsekuensinya harus mengorbankan kesenangan pribadinya, maka makin tinggi pula kadar pencukupan yang Allah berikan kepadanya. Akibatnya, sang hamba akan senantiasa dicukupi oleh Allah dan termasuk dalam golongan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
(Sesungguhnya, engkau (Iblis) tidak memiliki kekuasaan atas hamba-hamba-Ku, dan cukuplah Rabb-mu (Hai Muhammad) sebagai wakil (penolong)” (QS. Al Isra’: 65).
Hamba-hamba yang dimaksud dalam ayat ini adalah hamba yang mendapatkan pencukupan dari Allah dalam ayat sebelumnya, yaitu mereka yang benar-benar menghambakan dirinya kepada Allah, baik dalam kondisi menyenangkan maupun menyusahkan. Inilah hamba-hamba yang terjaga dari gangguan syaithan, alias syaithan tidak bisa menguasai mereka dan menyeret mereka kepada makarnya, kecuali saat hamba tersebut lengah saja.
Sebab bagaimana pun juga, setiap manusia tidak akan bebas 100% dari gangguan syaithan selama dia adalah manusia. Ia pasti akan termakan bisikan syaithan suatu ketika. Namun bedanya, orang yang benar-benar merealisasikan ‘ubudiyyah (peribadatan) kepada Allah hanya akan terganggu oleh syaithan di saat dirinya lengah saja, yakni saat dirinya tidak bisa menolak gangguan tersebut… saat itulah dia termakan hasutan syaithan dan melakukan pelanggaran.
dengan demikian, ia akan beralih ke kondisi berikutnya:
3- Yaitu begitu ia melakukan dosa, segera lah ia memohon ampun (beristighfar) kepada Allah. Ini merupakan solusi luar biasa saat seorang hamba terjerumus dalam dosa. Bila ia hamba yang bertakwa, ia akan selalu terbayang oleh dosanya, hingga dosa yang dilakukan tadi justeru berdampak positif terhadapnya di kemudian hari. Ibnul Qayyim lantas menukil ucapan Syaikhul Islam Abu Isma’il Al Harawi yang mengatakan bahwa konon para salaf mengatakan: “Seseorang mungkin melakukan suatu dosa, yang karenanya ia masuk Jannah; dan ia mungkin melakukan ketaatan, yang karenanya ia masuk Neraka”. Bagaimana kok begitu? Bila Allah menghendaki kebaikan atas seseorang, Allah akan menjadikannya terjerumus dalam suatu dosa (padahal sebelumnya ia seorang yang shalih dan gemar beramal shalih). Dosa tersebut akan selalu terbayang di depan matanya, mengusik jiwanya, mengganggu tidurnya dan membuatnya selalu gelisah. Ia takut bahwa semua keshalihannya tadi akan sia-sia karena dosa tersebut, hingga dengan demikian ia menjadi takluk di hadapan Allah, takut kepada-Nya, mengharap rahmat dan maghfirah-Nya, serta bertaubat kepada-Nya. Nah, akibat dosa yang satu tadi, ia terhindar dari penyakit ‘ujub (kagum) terhadap keshalihannya selama ini, yang boleh jadi akan membinasakan dirinya, dan tersebab itulah ia akan masuk Jannah.
Namun sebaliknya orang yang melakukan suatu amalan besar, ia bisa jadi akan celaka akibat amalnya tersebut. Yakni bila ia merasa kagum dengan dirinya yang bisa beramal ‘shalih’ seperti itu. Nah, kekaguman ini akan membatalkan amalnya dan menjadikannya ‘lupa diri’. Maka bila Allah tidak mengujinya dengan suatu dosa yang mendorongnya untuk taubat, niscaya orang ini akan celaka dan masuk Neraka.
Demikian kurang lebih penuturan beliau dalam mukaddimah kitab tadi, semoga kita terinspirasi dengan tulisan yang bersahaja ini.

Penulis: Ustadz Sufyan Basweidan, MA

semoga bermanfaat..

Kajian Jelang (Puasa) Ramadhan



Kajian ” Mendulang Kesabaran dari Kitab Suci Al-Qur’an


Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi

Sabar merupakan budi pekerti luhur yang sering disebut dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Lebih dari sembilan puluh kali perihal sabar diangkat dalam kitab suci yang mulia itu. Demikianlah penuturan al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahumallah. Sabar merupakan setengah dari iman. Setengah berikutnya adalah syukur. Umat Islam sepakat bahwa sabar merupakan kewajiban bagi setiap insan. Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, ada enam belas bentuk pemaparan tentang sabar.
1. Perintah untuk bersabar.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung.” (Ali Imran: 200)
2. Larangan melakukan lawan dari kesabaran.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ
“Maka bersabarlah kamu seperti kesabaran orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari kalangan rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (al-Ahqaf: 35)
3. Pujian Allah Subhanahu wata’ala terhadap pelaku kesabaran.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
4. Kecintaan Allah Subhanahu wata’ala kepada orang-orang yang bersabar.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)
5. Meraih kebersamaan Allah Subhanahu wata’ala yang bersifat khusus, berupa pertolongan-Nya, pembelaan-Nya, dan penjagaan-Nya.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“ Dan bersabarlah kalian , sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (al-Anfal: 46)
6. Berita dari Allah Subhanahu wata’ala bahwa kesabaran itu lebih baik bagi para pelakunya.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّابِرِينَ
“Akan tetapi, jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (an- Nahl: 126)
7. Pemberian balasan pahala yang terbaik kepada para pelaku kesabaran.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an- Nahl: 96)
8. Mendapat balasan pahala tanpa batas.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (az-Zumar: 10)

9. Adanya kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.
Firman Allah Subhanahu wata’ala
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155)

10. Jaminan pertolongan dan bantuan dari Allah Subhanahu wata’ala untuk orang-orang yang bersabar.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
بَلَىٰ ۚ إِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُم مِّن فَوْرِهِمْ هَٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ آلَافٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ
“Ya (cukup), jika kalian bersabar dan bersiap siaga, dan mereka datang menyerang kalian dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kalian dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (Ali Imran: 125)

11. Penegasan dari Allah Subhanahu wata’ala bahwa para pelaku kesabaran adalah orang-orang yang mempunyai keutamaan besar.
Firman Allah Subhanahu wata’ala
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (asy-Syura: 43)

12. Penegasan dari Allah Subhanahu wata’ala bahwa tidak ada yang mampu melakukan amalan saleh dan meraih balasan yang tinggi serta keutamaan yang agung melainkan orang-orang yang sabar.
Firman Allah Subhanahu wata’ala
وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ
“Kecelakaan yang besarlah bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang- orang yang sabar.” (al-Qashash: 80)

13. Penegasan dari Allah Subhanahu wata’ala bahwa orang-orang yang mampu meresapi ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala dan mengambil pengajaran darinya adalah para pelaku kesabaran.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَا وَظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ فَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ وَمَزَّقْنَاهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami’, dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah bibir dan Kami hancurkan mereka sehancurhancurnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (Saba’: 19)

14. Penegasan dari Allah Subhanahu wata’ala bahwa kesuksesan yang dicari, keselamatan dari marabahaya, dan masuk ke dalam al-jannah (surga), tidaklah diraih melainkan dengan kesabaran.
Firman Allah Subhanahu wata’ala
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ () سَلَامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(Yaitu) Surga Aden yang mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka dan anak cucu mereka, sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. (Sambil mengucapkan), ‘Salamun ‘alaikum bima shabartum (keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian).’ Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (ar-Ra’ad: 23—24)

15. Kesabaran mewariskan kepemimpinan bagi pelakunya.
Firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar, dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah: 24)

16. Sabar sering disebutkan secara beriringan dengan amalan-amalan yang mulia dalam Islam. Di antaranya sebagai berikut,
• Beriringan dengan keyakinan yang teguh, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar, dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah: 24)
• Beriringan dengan ketakwaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ
“Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu.” (Ali Imran: 120)
• Beriringan dengan tawakal, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
نِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ () الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal. (Yaitu) yang bersabar dan bertawakal kepada Rabb mereka.” (al-Ankabut: 58—59)
• Beriringan dengan syukur, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Sesungguhnya pada hal itu benar benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi
bersyukur.” (Saba: 19)
• Beriringan dengan amal saleh, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu mendapatkan ampunan dan pahala yang besar.” (Hud: 11)
• Beriringan dengan kasih sayang, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
“Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih-sayang.” (al-Balad: 17)

Semoga kajian tersebut menjadi manfaat untuk para pembaca yang budiman,

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Sumber : Kajian Islam dengan narasumber Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi