“Sampaikanlah walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari no. 3461)
بَلِّغُوا عَنِّى
وَلَوْ آيَةً
Nikmat Syukur
Assalamu'alaikum, wr.wb.
Alhamdulillah,
segala Puji hanya bagi Allah SWT, yang senantiasa memberikan berjuta kenikmatan
kepada semua hamba-Nya,
Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
kepada jujungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. beserta keluarga sahabat dan
seluruh umatnya. Amiin.
Firman
Allah yang musti kita sebagai renungan,
Pada dasarnya, manusia tidak akan
mampu mensyukuri nikmat Allah yang begitu banyak, dan tak terhitung,
sebagaimana firman-Nya:
"Wa in Ta'uddu Ni'matallahi La
Tuhshuha".
Dan
jika Kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya Kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.An-nahl {16};18).
Lalu
Apa arti Syukur?
Dari
segi bahasa Syukur berasal berasal dari kata
"Syakara"-"Yasykuru" yang maknanya "Tsana'"; yaitu
"Memuji" atau "Menghargai". Jadi, mensyukuri
nikmat artinya "menghargai nikmat".
Nabi
SAW memberi petunjuk yang jelas dalam hal ini, sabda Beliau: "Man Lam Yasykuril-Qalil Lam Yasykuril-Katsir".
Artinya:"Siapa saja yang tidak bisa menghargai
nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan bisa menghargai nikmat yang banyak".
Ini merupakan pelajaran bersyukur, yaitu dimulai dari belajar menghargai nikmat
yang sedikit.
Mensyukuri atau menghargai nikmat,
akan membuat nikmat semakin bertambah, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih" (.QS. Ibrahim 14 :7)
Pertanyaannya:
Bersyukur yang bagaimana yang bisa menambah
kenikmatan?
Imam Asy-Syaukani mengatakan bahwa
sumber untuk mensyukuri nikmat Allah itu ada 3 (tiga);
1. Lisan
/Ucapan
2. Hati
3. Perbuatan.
Jadi, Allah baru akan menambah
kenikmatan kepada seseorang, jika ia mensyukuri (menghargai) nikmat itu dengan ucapan, hati dan perbuatan, (insya Allah kita jama’ah bisa selalu
melakukannya).
Imam Ibnul-Qayyim mengistilahkan 3 (tiga) hal ini sebagai Qaidun-Ni'mah (Pengikat Nikmat); yaitu 3 (tiga) hal yang membuat nikmat menjadi
terikat, tidak lepas, berkurang atau hilang. Bahkan ia (nikmat) akan bertambah terus.
Bersyukur merupakan salah satu
kewajiban setiap orang kepada Allah, begitu wajibnya bersyukur, Nabi Muhammad SAW yang
jelas-jelas dijamin masuk surga, masih menyempatkan diri bersyukur kepada Allah
SWT. Dalam sebuah hadits disebutkan, Nabi selalu menunaikan shalat tahajud,
memohon maqhfirah, dan bermunajat kepada-Nya. Seusai shalat Nabi berdo’a kepada
Allah hingga shalat subuh. (subhanallah)
Rasulullah Shollallahu Alaihi Wassalam
dikenal sebagai abdan syakuura (hamba
Allah yang banyak bersyukur). Setiap langkah dan tindakan beliau merupakan
perwujudan rasa syukurnya kepada Allah. Suatu ketika Nabi memegang tangan Muadz
bin Jabal dengan mesra seraya berkata :
"Hai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu".
Beliau melanjutkan sabdanya, "Wahai
Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis shalat
berdo'a : Allahumma a'innii `alaa dzikrika wa syukrika wa husni
`ibaadatika (Ya Allah, tolonglah aku agar
senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan baik dalam beribadah
kepada-Mu)".
Abu
Hazim Salamah bin Dinar berkata, "Perumpamaan
orang yang memuji syukur kepada Allah hanya dengan lidah, namun belum bersyukur
dengan ketaatannya, sama halnya dengan orang yang berpakaian hanya mampu
menutup kepala dan kakinya, tetapi tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya.
Apakah pakaian demikian dapat melindungi dari cuaca panas atau dingin?"
Sebagai penutup tulisan "nikmat syukur", kutipan sabda
Rasulullah SAW:
"Ma An'amallahu 'Abdan Ni'matan
Faqala: Al-Hamdulillah, Illa Kanalladzi A'tha Afdhal Min-Ma Akhadza"
artinya: "Tidaklah seorang hamba diberi nikmat oleh Allah”, lalu ia
mengucapkan: Al-Hamdulillah . . . .
melainkan --ucapan--
yang dia berikan itu lebih utama dari --nikmat--
yang dia peroleh (H.R. Ibnu Majah).
Wallahu
a’lam bishawab.
Wasalamualaikum, wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar